Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali sesuatu yang Engkau permudahkan, Engkau menjadikan kedukaan itu mudah sekiranya Engkau kehendaki

Monday, 15 August 2011

Ihsan kepada ibubapa


 
سورة الإسراء - سورة ١٧))
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤) رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِن تَكُونُواْ صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُورًا (٢٥)
 
[Surah Al-Israa’ 17:23-25]





Terjemahan:
 
(23)Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
 
(24)Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.
 
(25)Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada di dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang tobat.
 
 
Tafsiran Al-Ayat:
 
Ayat 23:
 
Allah SWT melarang syirik dan menyuruh agar kita tauhid. Dia melarang kita menyembah apa saja, baik dibumi maupun di langit, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Kecuali kepadaNyaYang Maha Esa yang memiliki segala sifat kesempurnaan. Kemudian Dia susuli dengan perintah agar kita menunaikan kewajipan kita terhadap ibubapa.
 
 
Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibubapamu dengan sebaik-baiknya“ artinya: Berbuat ihsanlah kamu terhadap mereka berdua, dengan segala bentuk ihsan, baik melalui perbuatan atau perkataan, karena mereka berdualah penyebab zahir kita di atas muka bumi ini.
 
maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka berdua perkataan “ah” artinya: janganlah kamu menyakiti hati mereka walaupun dengan cara yang amat kecil/halus.
 
Pemahaman yang dapat diambil dari ayat ini (mafhum muafaqah) ialah lebih-lebih lagi dilarang jika menyakiti hati mereka dengan cara yang lebih besar seperti memukul, mengherdik, menyumpah, memaki dan mengeluarkan kata-kata kesat lainnya.
 
Dan hendaklah kamu ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia” artinya: ucapkanlah kepada mereka dengan menggunakan kata-kata yang mereka berdua sukai, dengan lemah lembut, bersopan santun. Pokoknya dengan kata-kata yang bolih menyenangkan hati mereka. Dan hal ini berbeda-beda menurut keadaan, adat istiadat dan masa.
 
 
Ayat 24:
 
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang”, bersikap tawadhu’lah terhadap mereka dengan penuh kasih sayang semata karena mengharapkan ganjaran dari Allah (ihtisaban), bukan merendah karena takut kepada mereka ataupun karena mengharap sesuatu yang ada pada sisi mereka atau lain-lain motif yang bolih menghalang ganjaran daripada Allah.
 
Katakanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil“ maksudnya: Berdoalah untuk mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun setelah mereka meninggal dunia, sebagai balasan di atas segala jerih payah mereka mendidik kita waktu kecil. Pengajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini ialah jika bertambah pendidikan yang mereka berikan kepada kita maka bertambah pulalah hak ibubapa itu.
 
Begitu juga para guru (selain ibubapa) yang telah mengajar kita dengan penuh dedikasi, baik ilmu keduniaan ataupun ilmu agama, maka mereka juga ada hak terhadap anak didik mereka iaitu hak pendidikan.
 
 
Ayat 25:
 
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada di dalam hatimu”, maksudnya: Tuhanmu Maha Mengetahui apa yang terpendam di dalam sanobarimu, samada baik atau jahat. Dia tidak melihat pada perbuatan dan tubuh badanmu, tetapi yang dilihatNya ialah hatimu dan apa yang terdapat di dalamnya, apakah baik ataupun buruk.
 
Jika kamu orang yang baik”, maksudnya: jika tujuanmu dan maksudmu masih di dalam lingkungan mengharap keredhaan Allah, dan keinginanmu untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak sedikitpun di dalam hatimu tersemat keinginan kepada selain Allah.
 
Maka sesungguhnya Dia Yang Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat” maksudnya: Allah senantiasa bermurah hati untuk memberi ampunan, pada setiap masa, bagi orang-orang yang sedar akan kekhilafan masa silam lalu bertobat kepadaNya.
 
Jadi barangsiapa yang hatinya dilihat olih Allah, dan ternyata di dalam hatinya tidak lain merasakan ingin kembali ke jalan yang benar (tobat, cinta kepada Allah, suka mendekatkan diri kepadaNYa, sekiranya di dalam kehidupan sehari-hari terjadi kadang-kadang perkara-perkara yang didorong olih tabiat kemanusiaan, seperti tersilap kata, terkasar bahasa, tindakan yang kurang sopan terhadap meeka berdua, maka itu semua akan diampunkan olih Allah, selagi sifat/sikap itu hanyalah sifat/sikap yang mendatang secara tidak sengaja dan bukan sifat yang berkekalan.
 
 
Hadis-Hadis Nabi (sallallahu alayhi wasalam):
 
Supaya lebih mantap penjelasan tentang perkara ini, di bawah ini akan kita perkuatkan dengan beberapa hadis Nabi (sallallahu alayhi wasalam), antaranya:
 
Dari Anas Bin Malik (ra) katanya: Telah bersabda Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam): “Barangsiapa yang ingin agar umurnya dipanjangkan dan rezkinya dimurahkan, maka hendaklah dia berbuat baik kepada kedua ibubapanya dan menghubung silaturrahmi”. (HR Imam Ahmad)
 
Dari Abdullah Bin Mas’ud (ra) katanya: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah (sallallahu walayhi wasalam): Apakah amal yang paling disukai olih Allah? Jawab baginda: Salat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa pula? Jawabnya: Berbuat baik kepada kedua orang ibubapa. Aku bertanya lagi: Kemudian apa pula? Jawabnya: Berjihad pada jalan Allah”.
(HR Bukhari dan Muslim)
 
Dari Abdullah Bin ‘Amr Bin ‘Ash (ra) bahwa Rasulullah (sallallahu walayhi wasalam) bersabda: Ada tiga golongan yang diharamkan olih Allah masuk syorga: Kaki botol, orang yang durhaka kepada kedua ibubapanya, dan orang yang dayus (membiarkan isterinya berbuat serong).
(HR Imam Ahmad)
 
Dari Ibnu Omar (ra) katanya, telah bersabda Rasul (sallallahu walayhi wasalam): “Berbuat baiklah kepada kedua orang ibubapamu, niscaya anak-anakmu akan berbuat baik pula kepadamu, dan bersikap jujurlah kamu niscaya isteri-isteri kamu akan bersikap jujur pula terhadapmu”. (HR At-Thabarany)
 
Daripada Abi Bakrah (ra) daripada Nabi (sallallahu alayhi wasalam) sabdanya: “Tiap-tiap dosa dilambatkan olih Allah apa yang Dia kehendaki (siksaan atau ampunan) pada hari kiamat nanti, kecuali durhaka kepda kedua orang tuanya, maka siksaannya akan Allah nampakkan di dunia ini lagi sebelum dia mati”. (HR Al-Hakim dan Al-Ashbahaany)
 
Dari Abu Hurairah (ra), dari Nabi (sallallahu alayhi wasalam) sabdanya: Dia hidup terhina dan mati juga terhina (baginda ulangi 3 kali), lalu baginda ditanya: Siapakah yang tuan maksudkan itu? Jawabnya: Iaitu orang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka dalam usia tua, kemudian dia (si anak) tidak masuk syorga”.
(HR Imam Muslim)
 
 
Pandangan Para Ulama:
 
Imama Al-Qurthuby berkata: Ihsan kepada ibubapa ialah menyesuaikan tingkah laku kita dengan kehendak mereka, selagi kehendak mereka itu bukan maksiat kepada Allah.
 
Imam Al-Fudhail Bin ‘Iyadh berkata: Ihsan kepada mereka ialah kita tidak malas melayani, tidak mengangkat suara dihadapan mereka, tidak melihat mereka dengan menjeling, hendaklah mengasihi mereka selagi mereka masih hidup dan mendoakan mereka setelah meerka meninggal dunia.
 
 
Faedah Berbuat Baik Kepada Ibubapa:
 
i.         Panjang umur dan murah rezki
ii.       Terhindar dari malapetaka
iii.      Mendapat keredhaan Allah
iv.      Dia adalah amal salih yang paling afdhal
v.        Anak-anak kita akan berbuat baik kepada kita
vi.      Orang lain akan hormat kepada kita.
 
 
Bahaya Durhaka Kepada Mereka:
 
i.         Dia adalah dosa yang paling besar setelah syirik
ii.       Azab Allah akan dinampakkan di dunia sebelum di akhirat
iii.      Diharamkan daripada masuk syorga
iv.      Hidup dan mati dalam keadaan terhina
v.        Sulit mengucap kalimah tauhid sebelum mati
vi.       Orang lain akan memandang hina kepadanya.

Wednesday, 10 August 2011

KEMANISAN DALAM UJIAN ALLAH SWT

Nabi Musa a.s lari meninggalkan Mesir setelah beliau terlibat dengan kejadian memukul sehingga mati seorang Qibti (Coptic) dalam usaha menghalang kezaliman perkauman terhadap Bani Israil. Tindakannya itu telah melebihi jangkaan dan itu adalah satu kesilapan. Beliau terpaksa lari menuju ke Madyan dalam keadaan yang susah.

Madyan yang dimaksudkan itu barangkali di Jordan dan saya pernah sampai berkali-kali di sana. Perjalanan dari Mesir ke sana begitu jauh bagi memastikan tentera Firaun tidak sampai ke negeri tersebut untuk menangkapnya.

Apabila sampai di Madyan, Musa a.s. mendapati sekumpulan pengembala yang sedang menceduk air, sementara di sana ada dua gadis yang hanya menunggu. Jiwa Musa a.s yang amat pantang melihat kejanggalan atau unsur ketidakadilan itu menyebabkan dia yang dalam keletihan yang teramat bertanya hal kepada kedua gadis tersebut.
Al-Quran menceritakan kejadian ini: (maksudnya)
“Dan setelah dia (Musa a.s.) menuju ke negeri Madyan, dia berdoa “Mudah-mudahan Tuhanku menunjukkan kepadaku jalan yang betul”. Dan ketika dia sampai di telaga air Madyan, dia dapati di situ sekumpulan lelaki sedang memberi minum (binatang ternak masing-masing), dan dia juga dapati di sebelah mereka dua perempuan yang sedang menahan kambing-kambingnya. Dia bertanya: “Apa hal kamu berdua?” mereka menjawab: “Kami tidak memberi minum (kambing-kambing kami) sehingga pengembala-pengembala itu membawa balik binatang ternak masing-masing; dan bapa kami seorang yang terlalu tua umurnya “. (Surah al-Qasas 22-23).
Nabi Musa a.s. tidak mampu melihat unsur penindasan dan sikap tidak membantu yang lemah. Simpatinya terhadap dua gadis tersebut melebihi keletihan yang dihadapinya ketika itu. Dia tampil dengan segala keringat yang berbaki menolong gadis-gadis tersebut mendapatkan air. Dia menolong tanpa sebarang habuan yang diharapkan.



Setelah menolong mereka, dan mereka pun pulang, Nabi Musa a.s. dalam keadaan yang teramat letih itu, pergi ke tempat yang teduh dan berdoa dengan doa yang ringkas tetapi amat dalam maksudnya. Saya tidak pasti sama ada mereka yang tidak memahami bahasa arab dapat menikmati keindahan ungkapan yang ringkas itu atau pun tidak? Namun saya akan cuba menterjemahnya dalam strukturnya.
Saya ingin membawa doa Musa a.s. untuk dikongsi bersama para pembaca yang barangkali ada yang tidak perasaan kewujudannya ketika membaca al-Quran. Juga mereka yang memang sudah tahu tetapi terlupa disebabkan kesibukan yang melanda kita dalam kehidupan sedangkan kita menghadapi suasana tenat yang amat memerlukan rahmat atau ‘kesian’ Tuhan kepada kita.
Saya ingin menyebutnya di sini kerana doa ini amat menyentuh perasaan saya. Saya percaya anda juga demikian. Entah berapa banyak keadaan getir dan runsing melanda hidup ini, doa ini salah satu ‘penyejuk perasaan’ dan pemberi harapan yang menjadi jambatan yang menghubungkan ujian hidup dengan Tuhan yang memiliki segala kehidupan.
Doa ini jika dibaca dengan jiwa yang benar-benar bergantung kepada Allah, maka saya yakin ketenangan itu hadir sebelum pertolongan Allah itu turun. Firman Allah menceritakan hal Musa a.s. dan doanya: (maksudnya)
“Maka Musa pun memberi minum kepada binatang-binatang ternak mereka, kemudian ia pergi ke tempat teduh lalu berdoa: “Wahai Tuhanku, Sesungguhnya aku ini kepada apa sahaja kebaikan yang Engkau turunkan amatlah fakir”(Surah al-Qasas 24).
Maksud Nabi Musa a.s. beliau amat fakir atau amat memerlukan kepada apa sahaja kebaikan yang akan Allah berikan kepadanya bagi menghadapi suasana dirinya ketika itu. Dalam bahasa al-Quran yang indah al-Quran riwayatkan ucapan Musa a.s “Rabbi inni lima anzalta ilaiya min khairin faqir”. Sangat ringkas, namun sangat bermakna. Sudah pasti ucapan asal Musa a.s dalam bahasa Hebrew, namun Allah telah merakamkan ke dalam bahasa Arab yang padat dan indah.
Ada ahli tafsir yang menyebut maksud Musa bagi perkataan ‘khair’ atau apa sahaja kebaikan dalam doa ini adalah makanan. Namun, perkataan ‘khair’ atau apa sahaja kebaikan atau kurniaan Tuhan itu amat luas. Bukan sahaja makanan atau minuman, bahkan apa sahaja yang memberikan kebaikan kepada seorang insan. Musa a.s. sendiri selepas berdoa dengan doa ini diberikan limpah kurnia Allah yang berbagai, melebihi jangkaannya.
Ayat-ayat seterusnya dalam Surah al-Qasas ini menceritakan bagaimana kedua orang gadis tadi kembali semula menjemput Musa a.s. ke rumah mereka atas jemputan ayah mereka. Ayah mereka yang merupakan seorang yang mulia amat berterima kasih atas pertolongan Musa a.s. Al-Quran tidak menceritakan siapakah ayah mereka. Apakah dia Nabi Syu’aib atau orang lain tidaklah dapat dipastikan. Kemungkinan besar bukan Nabi Syu’aib seperti yang disangka oleh sebahagian penafsir.
Apa pun, Nabi Musa a.s. diberikan tempat perlindungan, makanan, kerja, bahkan dikahwinkan dengan salah seorang dari gadis tersebut. Demikian Allah memustajabkan doa Musa yang ringkas, tetapi penuh makna. Doa yang dilafazkan dari jiwa yang benar-benar tunduk, menyerah, sepenuh tawakkal dan keyakinan bahawa Allah sentiasa menyahut permohonan hamba yang benar-benar bergantung kepadaNya.
Jauh Musa a.s berjalan membawa perasaan bimbang dan bebanan ancaman oleh pihak musuh. Ujian yang memaksa dia yang membesar dalam istana menjadi pelarian tanpa bekalan. Namun dalam ujian itu Nabi Musa a.s mengalami pengalaman hidup yang hebat dan kurniaan-kurniaan yang besar. Tanpa ujian, hal ini tidak akan berlaku.
Demikian jika kita membaca doa-doa yang syahdu yang penuh menyentuh akal dan ruh yang dilafazkan oleh insan-insan soleh dalam al-Quran, samada para nabi atau selain mereka, kita dapati doa-doa itu banyak yang diungkapkan dalam keadaan getir dan ujian yang mencabar.
Kita sendiri dalam hidup barangkali tidak akan menghafaz banyak doa al-Quran dan al-Sunnah melainkan setelah kejadian-kejadian dalam hidup yang mendesak untuk kita ‘bertadarru’ atau merendah, akur dan tunduk dengan sepenuh jiwa kepada kebesaran kerajaan Allah Yang Maha Menguasai segala urusan hidup ini.




Banyak ujian hidup ini sebenarnya amat bermakna jika kita mahu menghayatinya. Betapa ramai orang yang menemui iman dan amalan soleh dek kerana ujian yang menimpanya. Berapa ramai manusia yang bersarang bongkak dan takabur dalam jiwa, tidak dapat ditegur dan dididik, tetapi akhirnya menjadi insan yang tawaduk kepada Allah dan menghargai orang lain setelah melalui ujian hidup yang getir. Betapa ramai pula insan yang soleh dan disayangi Allah dinaikkan darjat dan nilainya di sisi Allah disebabkan ujian yang menimpanya.
Firman Allah: (maksudnya)
Demi sesungguhnya! Kami akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut, kelaparan, kekurangan dari harta benda dan jiwa serta hasil tanaman. dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Iaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh sesuatu kesusahan, mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali. Mereka itu ialah orang dilimpahi dengan pujian dari Tuhan mereka serta rahmatNya; dan mereka itulah orang-orang yang dapat petunjuk hidayahNya.(Surah al-Baqarah 155-157).
Kita tidak meminta ujian, tetapi kita sentiasa perlu tahu bahawa ujian itu adalah rukun hidup. Ujian bagaikan bicara atau ‘sapaan’ Allah kepada kita agar kita ingat apa yang lupa, ubah apa yang salah, atau untuk kita tambahkan pahala dan padamkan dosa. Sabda Nabi s.a.w:
“Tiada apa pun yang menimpa seorang mukmin, sehingga duri yang mengenainya, melainkan Allah tuliskan untuknya kebaikan (pahala) dan padam dari kejahatan (dosa)” (Riwayat Muslim).
Melihat manusia yang diuji menjadikan kita rendah diri dan insaf. Mungkin dia yang dilihat oleh orang lain sedang dalam ketenatan cabaran tetapi sebenarnya sedang tenggelam dalam rahmat dan kasih sayang Tuhan. Melihat orang yang susah, mereka yang dizalimi, mereka yang kesempitan atau menderita kesakitan menyebabkan kita terlintas segera dalam perasaan “dia di sisi Allah mungkin lebih baik daripada diriku ini”.
Kita semua akan melalui ‘bicara dan didikan Tuhan’ melalui pentas ujian. Kita mengharapkan ujian akan membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik. Ujianlah yang telah membawa Musa a.s. kepada berbagi kurniaan. Untuk itu kita wajar selalu merintih kepada Allah seperti Musa a.s.: “Rabbi inni lima anzalta ilaiya min khairin faqir” (”Wahai Tuhanku, Sesungguhnya aku ini kepada apa sahaja kebaikan yang Engkau turunkan amatlah fakir”).