Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali sesuatu yang Engkau permudahkan, Engkau menjadikan kedukaan itu mudah sekiranya Engkau kehendaki

Monday, 15 August 2011

Ihsan kepada ibubapa


 
سورة الإسراء - سورة ١٧))
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا (٢٣) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (٢٤) رَّبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا فِي نُفُوسِكُمْ إِن تَكُونُواْ صَالِحِينَ فَإِنَّهُ كَانَ لِلأَوَّابِينَ غَفُورًا (٢٥)
 
[Surah Al-Israa’ 17:23-25]





Terjemahan:
 
(23)Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.
 
(24)Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.
 
(25)Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada di dalam hatimu; jika kamu orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang tobat.
 
 
Tafsiran Al-Ayat:
 
Ayat 23:
 
Allah SWT melarang syirik dan menyuruh agar kita tauhid. Dia melarang kita menyembah apa saja, baik dibumi maupun di langit, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Kecuali kepadaNyaYang Maha Esa yang memiliki segala sifat kesempurnaan. Kemudian Dia susuli dengan perintah agar kita menunaikan kewajipan kita terhadap ibubapa.
 
 
Dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibubapamu dengan sebaik-baiknya“ artinya: Berbuat ihsanlah kamu terhadap mereka berdua, dengan segala bentuk ihsan, baik melalui perbuatan atau perkataan, karena mereka berdualah penyebab zahir kita di atas muka bumi ini.
 
maka janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada mereka berdua perkataan “ah” artinya: janganlah kamu menyakiti hati mereka walaupun dengan cara yang amat kecil/halus.
 
Pemahaman yang dapat diambil dari ayat ini (mafhum muafaqah) ialah lebih-lebih lagi dilarang jika menyakiti hati mereka dengan cara yang lebih besar seperti memukul, mengherdik, menyumpah, memaki dan mengeluarkan kata-kata kesat lainnya.
 
Dan hendaklah kamu ucapkan kepada mereka perkataan yang mulia” artinya: ucapkanlah kepada mereka dengan menggunakan kata-kata yang mereka berdua sukai, dengan lemah lembut, bersopan santun. Pokoknya dengan kata-kata yang bolih menyenangkan hati mereka. Dan hal ini berbeda-beda menurut keadaan, adat istiadat dan masa.
 
 
Ayat 24:
 
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang”, bersikap tawadhu’lah terhadap mereka dengan penuh kasih sayang semata karena mengharapkan ganjaran dari Allah (ihtisaban), bukan merendah karena takut kepada mereka ataupun karena mengharap sesuatu yang ada pada sisi mereka atau lain-lain motif yang bolih menghalang ganjaran daripada Allah.
 
Katakanlah: Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil“ maksudnya: Berdoalah untuk mereka, baik ketika mereka masih hidup ataupun setelah mereka meninggal dunia, sebagai balasan di atas segala jerih payah mereka mendidik kita waktu kecil. Pengajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini ialah jika bertambah pendidikan yang mereka berikan kepada kita maka bertambah pulalah hak ibubapa itu.
 
Begitu juga para guru (selain ibubapa) yang telah mengajar kita dengan penuh dedikasi, baik ilmu keduniaan ataupun ilmu agama, maka mereka juga ada hak terhadap anak didik mereka iaitu hak pendidikan.
 
 
Ayat 25:
 
Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada di dalam hatimu”, maksudnya: Tuhanmu Maha Mengetahui apa yang terpendam di dalam sanobarimu, samada baik atau jahat. Dia tidak melihat pada perbuatan dan tubuh badanmu, tetapi yang dilihatNya ialah hatimu dan apa yang terdapat di dalamnya, apakah baik ataupun buruk.
 
Jika kamu orang yang baik”, maksudnya: jika tujuanmu dan maksudmu masih di dalam lingkungan mengharap keredhaan Allah, dan keinginanmu untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan tidak sedikitpun di dalam hatimu tersemat keinginan kepada selain Allah.
 
Maka sesungguhnya Dia Yang Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat” maksudnya: Allah senantiasa bermurah hati untuk memberi ampunan, pada setiap masa, bagi orang-orang yang sedar akan kekhilafan masa silam lalu bertobat kepadaNya.
 
Jadi barangsiapa yang hatinya dilihat olih Allah, dan ternyata di dalam hatinya tidak lain merasakan ingin kembali ke jalan yang benar (tobat, cinta kepada Allah, suka mendekatkan diri kepadaNYa, sekiranya di dalam kehidupan sehari-hari terjadi kadang-kadang perkara-perkara yang didorong olih tabiat kemanusiaan, seperti tersilap kata, terkasar bahasa, tindakan yang kurang sopan terhadap meeka berdua, maka itu semua akan diampunkan olih Allah, selagi sifat/sikap itu hanyalah sifat/sikap yang mendatang secara tidak sengaja dan bukan sifat yang berkekalan.
 
 
Hadis-Hadis Nabi (sallallahu alayhi wasalam):
 
Supaya lebih mantap penjelasan tentang perkara ini, di bawah ini akan kita perkuatkan dengan beberapa hadis Nabi (sallallahu alayhi wasalam), antaranya:
 
Dari Anas Bin Malik (ra) katanya: Telah bersabda Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam): “Barangsiapa yang ingin agar umurnya dipanjangkan dan rezkinya dimurahkan, maka hendaklah dia berbuat baik kepada kedua ibubapanya dan menghubung silaturrahmi”. (HR Imam Ahmad)
 
Dari Abdullah Bin Mas’ud (ra) katanya: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah (sallallahu walayhi wasalam): Apakah amal yang paling disukai olih Allah? Jawab baginda: Salat pada waktunya. Aku bertanya lagi: Kemudian apa pula? Jawabnya: Berbuat baik kepada kedua orang ibubapa. Aku bertanya lagi: Kemudian apa pula? Jawabnya: Berjihad pada jalan Allah”.
(HR Bukhari dan Muslim)
 
Dari Abdullah Bin ‘Amr Bin ‘Ash (ra) bahwa Rasulullah (sallallahu walayhi wasalam) bersabda: Ada tiga golongan yang diharamkan olih Allah masuk syorga: Kaki botol, orang yang durhaka kepada kedua ibubapanya, dan orang yang dayus (membiarkan isterinya berbuat serong).
(HR Imam Ahmad)
 
Dari Ibnu Omar (ra) katanya, telah bersabda Rasul (sallallahu walayhi wasalam): “Berbuat baiklah kepada kedua orang ibubapamu, niscaya anak-anakmu akan berbuat baik pula kepadamu, dan bersikap jujurlah kamu niscaya isteri-isteri kamu akan bersikap jujur pula terhadapmu”. (HR At-Thabarany)
 
Daripada Abi Bakrah (ra) daripada Nabi (sallallahu alayhi wasalam) sabdanya: “Tiap-tiap dosa dilambatkan olih Allah apa yang Dia kehendaki (siksaan atau ampunan) pada hari kiamat nanti, kecuali durhaka kepda kedua orang tuanya, maka siksaannya akan Allah nampakkan di dunia ini lagi sebelum dia mati”. (HR Al-Hakim dan Al-Ashbahaany)
 
Dari Abu Hurairah (ra), dari Nabi (sallallahu alayhi wasalam) sabdanya: Dia hidup terhina dan mati juga terhina (baginda ulangi 3 kali), lalu baginda ditanya: Siapakah yang tuan maksudkan itu? Jawabnya: Iaitu orang yang mendapatkan kedua orang tuanya atau salah seorang dari mereka dalam usia tua, kemudian dia (si anak) tidak masuk syorga”.
(HR Imam Muslim)
 
 
Pandangan Para Ulama:
 
Imama Al-Qurthuby berkata: Ihsan kepada ibubapa ialah menyesuaikan tingkah laku kita dengan kehendak mereka, selagi kehendak mereka itu bukan maksiat kepada Allah.
 
Imam Al-Fudhail Bin ‘Iyadh berkata: Ihsan kepada mereka ialah kita tidak malas melayani, tidak mengangkat suara dihadapan mereka, tidak melihat mereka dengan menjeling, hendaklah mengasihi mereka selagi mereka masih hidup dan mendoakan mereka setelah meerka meninggal dunia.
 
 
Faedah Berbuat Baik Kepada Ibubapa:
 
i.         Panjang umur dan murah rezki
ii.       Terhindar dari malapetaka
iii.      Mendapat keredhaan Allah
iv.      Dia adalah amal salih yang paling afdhal
v.        Anak-anak kita akan berbuat baik kepada kita
vi.      Orang lain akan hormat kepada kita.
 
 
Bahaya Durhaka Kepada Mereka:
 
i.         Dia adalah dosa yang paling besar setelah syirik
ii.       Azab Allah akan dinampakkan di dunia sebelum di akhirat
iii.      Diharamkan daripada masuk syorga
iv.      Hidup dan mati dalam keadaan terhina
v.        Sulit mengucap kalimah tauhid sebelum mati
vi.       Orang lain akan memandang hina kepadanya.

Wednesday, 10 August 2011

KEMANISAN DALAM UJIAN ALLAH SWT

Nabi Musa a.s lari meninggalkan Mesir setelah beliau terlibat dengan kejadian memukul sehingga mati seorang Qibti (Coptic) dalam usaha menghalang kezaliman perkauman terhadap Bani Israil. Tindakannya itu telah melebihi jangkaan dan itu adalah satu kesilapan. Beliau terpaksa lari menuju ke Madyan dalam keadaan yang susah.

Madyan yang dimaksudkan itu barangkali di Jordan dan saya pernah sampai berkali-kali di sana. Perjalanan dari Mesir ke sana begitu jauh bagi memastikan tentera Firaun tidak sampai ke negeri tersebut untuk menangkapnya.

Apabila sampai di Madyan, Musa a.s. mendapati sekumpulan pengembala yang sedang menceduk air, sementara di sana ada dua gadis yang hanya menunggu. Jiwa Musa a.s yang amat pantang melihat kejanggalan atau unsur ketidakadilan itu menyebabkan dia yang dalam keletihan yang teramat bertanya hal kepada kedua gadis tersebut.
Al-Quran menceritakan kejadian ini: (maksudnya)
“Dan setelah dia (Musa a.s.) menuju ke negeri Madyan, dia berdoa “Mudah-mudahan Tuhanku menunjukkan kepadaku jalan yang betul”. Dan ketika dia sampai di telaga air Madyan, dia dapati di situ sekumpulan lelaki sedang memberi minum (binatang ternak masing-masing), dan dia juga dapati di sebelah mereka dua perempuan yang sedang menahan kambing-kambingnya. Dia bertanya: “Apa hal kamu berdua?” mereka menjawab: “Kami tidak memberi minum (kambing-kambing kami) sehingga pengembala-pengembala itu membawa balik binatang ternak masing-masing; dan bapa kami seorang yang terlalu tua umurnya “. (Surah al-Qasas 22-23).
Nabi Musa a.s. tidak mampu melihat unsur penindasan dan sikap tidak membantu yang lemah. Simpatinya terhadap dua gadis tersebut melebihi keletihan yang dihadapinya ketika itu. Dia tampil dengan segala keringat yang berbaki menolong gadis-gadis tersebut mendapatkan air. Dia menolong tanpa sebarang habuan yang diharapkan.



Setelah menolong mereka, dan mereka pun pulang, Nabi Musa a.s. dalam keadaan yang teramat letih itu, pergi ke tempat yang teduh dan berdoa dengan doa yang ringkas tetapi amat dalam maksudnya. Saya tidak pasti sama ada mereka yang tidak memahami bahasa arab dapat menikmati keindahan ungkapan yang ringkas itu atau pun tidak? Namun saya akan cuba menterjemahnya dalam strukturnya.
Saya ingin membawa doa Musa a.s. untuk dikongsi bersama para pembaca yang barangkali ada yang tidak perasaan kewujudannya ketika membaca al-Quran. Juga mereka yang memang sudah tahu tetapi terlupa disebabkan kesibukan yang melanda kita dalam kehidupan sedangkan kita menghadapi suasana tenat yang amat memerlukan rahmat atau ‘kesian’ Tuhan kepada kita.
Saya ingin menyebutnya di sini kerana doa ini amat menyentuh perasaan saya. Saya percaya anda juga demikian. Entah berapa banyak keadaan getir dan runsing melanda hidup ini, doa ini salah satu ‘penyejuk perasaan’ dan pemberi harapan yang menjadi jambatan yang menghubungkan ujian hidup dengan Tuhan yang memiliki segala kehidupan.
Doa ini jika dibaca dengan jiwa yang benar-benar bergantung kepada Allah, maka saya yakin ketenangan itu hadir sebelum pertolongan Allah itu turun. Firman Allah menceritakan hal Musa a.s. dan doanya: (maksudnya)
“Maka Musa pun memberi minum kepada binatang-binatang ternak mereka, kemudian ia pergi ke tempat teduh lalu berdoa: “Wahai Tuhanku, Sesungguhnya aku ini kepada apa sahaja kebaikan yang Engkau turunkan amatlah fakir”(Surah al-Qasas 24).
Maksud Nabi Musa a.s. beliau amat fakir atau amat memerlukan kepada apa sahaja kebaikan yang akan Allah berikan kepadanya bagi menghadapi suasana dirinya ketika itu. Dalam bahasa al-Quran yang indah al-Quran riwayatkan ucapan Musa a.s “Rabbi inni lima anzalta ilaiya min khairin faqir”. Sangat ringkas, namun sangat bermakna. Sudah pasti ucapan asal Musa a.s dalam bahasa Hebrew, namun Allah telah merakamkan ke dalam bahasa Arab yang padat dan indah.
Ada ahli tafsir yang menyebut maksud Musa bagi perkataan ‘khair’ atau apa sahaja kebaikan dalam doa ini adalah makanan. Namun, perkataan ‘khair’ atau apa sahaja kebaikan atau kurniaan Tuhan itu amat luas. Bukan sahaja makanan atau minuman, bahkan apa sahaja yang memberikan kebaikan kepada seorang insan. Musa a.s. sendiri selepas berdoa dengan doa ini diberikan limpah kurnia Allah yang berbagai, melebihi jangkaannya.
Ayat-ayat seterusnya dalam Surah al-Qasas ini menceritakan bagaimana kedua orang gadis tadi kembali semula menjemput Musa a.s. ke rumah mereka atas jemputan ayah mereka. Ayah mereka yang merupakan seorang yang mulia amat berterima kasih atas pertolongan Musa a.s. Al-Quran tidak menceritakan siapakah ayah mereka. Apakah dia Nabi Syu’aib atau orang lain tidaklah dapat dipastikan. Kemungkinan besar bukan Nabi Syu’aib seperti yang disangka oleh sebahagian penafsir.
Apa pun, Nabi Musa a.s. diberikan tempat perlindungan, makanan, kerja, bahkan dikahwinkan dengan salah seorang dari gadis tersebut. Demikian Allah memustajabkan doa Musa yang ringkas, tetapi penuh makna. Doa yang dilafazkan dari jiwa yang benar-benar tunduk, menyerah, sepenuh tawakkal dan keyakinan bahawa Allah sentiasa menyahut permohonan hamba yang benar-benar bergantung kepadaNya.
Jauh Musa a.s berjalan membawa perasaan bimbang dan bebanan ancaman oleh pihak musuh. Ujian yang memaksa dia yang membesar dalam istana menjadi pelarian tanpa bekalan. Namun dalam ujian itu Nabi Musa a.s mengalami pengalaman hidup yang hebat dan kurniaan-kurniaan yang besar. Tanpa ujian, hal ini tidak akan berlaku.
Demikian jika kita membaca doa-doa yang syahdu yang penuh menyentuh akal dan ruh yang dilafazkan oleh insan-insan soleh dalam al-Quran, samada para nabi atau selain mereka, kita dapati doa-doa itu banyak yang diungkapkan dalam keadaan getir dan ujian yang mencabar.
Kita sendiri dalam hidup barangkali tidak akan menghafaz banyak doa al-Quran dan al-Sunnah melainkan setelah kejadian-kejadian dalam hidup yang mendesak untuk kita ‘bertadarru’ atau merendah, akur dan tunduk dengan sepenuh jiwa kepada kebesaran kerajaan Allah Yang Maha Menguasai segala urusan hidup ini.




Banyak ujian hidup ini sebenarnya amat bermakna jika kita mahu menghayatinya. Betapa ramai orang yang menemui iman dan amalan soleh dek kerana ujian yang menimpanya. Berapa ramai manusia yang bersarang bongkak dan takabur dalam jiwa, tidak dapat ditegur dan dididik, tetapi akhirnya menjadi insan yang tawaduk kepada Allah dan menghargai orang lain setelah melalui ujian hidup yang getir. Betapa ramai pula insan yang soleh dan disayangi Allah dinaikkan darjat dan nilainya di sisi Allah disebabkan ujian yang menimpanya.
Firman Allah: (maksudnya)
Demi sesungguhnya! Kami akan menguji kamu dengan sedikit perasaan takut, kelaparan, kekurangan dari harta benda dan jiwa serta hasil tanaman. dan berilah khabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Iaitu) orang-orang yang apabila mereka ditimpa oleh sesuatu kesusahan, mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah jualah kami kembali. Mereka itu ialah orang dilimpahi dengan pujian dari Tuhan mereka serta rahmatNya; dan mereka itulah orang-orang yang dapat petunjuk hidayahNya.(Surah al-Baqarah 155-157).
Kita tidak meminta ujian, tetapi kita sentiasa perlu tahu bahawa ujian itu adalah rukun hidup. Ujian bagaikan bicara atau ‘sapaan’ Allah kepada kita agar kita ingat apa yang lupa, ubah apa yang salah, atau untuk kita tambahkan pahala dan padamkan dosa. Sabda Nabi s.a.w:
“Tiada apa pun yang menimpa seorang mukmin, sehingga duri yang mengenainya, melainkan Allah tuliskan untuknya kebaikan (pahala) dan padam dari kejahatan (dosa)” (Riwayat Muslim).
Melihat manusia yang diuji menjadikan kita rendah diri dan insaf. Mungkin dia yang dilihat oleh orang lain sedang dalam ketenatan cabaran tetapi sebenarnya sedang tenggelam dalam rahmat dan kasih sayang Tuhan. Melihat orang yang susah, mereka yang dizalimi, mereka yang kesempitan atau menderita kesakitan menyebabkan kita terlintas segera dalam perasaan “dia di sisi Allah mungkin lebih baik daripada diriku ini”.
Kita semua akan melalui ‘bicara dan didikan Tuhan’ melalui pentas ujian. Kita mengharapkan ujian akan membawa kita kepada sesuatu yang lebih baik. Ujianlah yang telah membawa Musa a.s. kepada berbagi kurniaan. Untuk itu kita wajar selalu merintih kepada Allah seperti Musa a.s.: “Rabbi inni lima anzalta ilaiya min khairin faqir” (”Wahai Tuhanku, Sesungguhnya aku ini kepada apa sahaja kebaikan yang Engkau turunkan amatlah fakir”).

Sunday, 19 June 2011

Apa dan Siapa SAHABAT??



Kali ini ana nak berkongsi pendapat dan sedikit ilmu dengan antum semua sebagai rakan sebaya mahupun saudara seagama. Bukan mudah untuk kita memilih sahabat, namun tidak mustahil juga bagi kita untuk mempunyai sahabat. Rasulullah sendiri pun mempunyai sahabat-sahabat yang sentiasa membantu dan menyokong baginda dalam dakwahnya. Mari kita hayati sebuah hadis Rasulullah SAW: “Sebaik baik sahabat disisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap temannya dan sebaik baik jiran disisi Allah ialah orang yang terbaik terhadap jirannya” (H.R al-Hakim)

"Teman yang paling baik adalah apabila kamu melihat wajahnya, kamu teringat akan Allah, mendengar kata-katanya menambahkan ilmu agama, melihat gerak-gerinya teringat mati.."
  
ALLAH SWT mencipta makhluk di atas muka bumi ini berpasang-pasangan. Begitu juga manusia, tidak  akan hidup bersendirian. Kita tidak boleh lari dari berkawan dan menjadi kawan kepada seseorang. Jika ada manusia yang tidak suka berkawan atau melarang orang lain daripada berkawan, dia dianggap ganjil dan tidak memenuhi ciri-ciri sebagai seorang manusia yang normal.

Inilah antara hikmah, kenapa Allah SWT mencipta manusia  daripada berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa. Firman Allah SWT dalam surah al-Hujurat ayat 13, yang bermaksud:

            “Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari lelaki dan perempuan, dan Kami telah menjadikan kamu berbagai bangsa dan berpuak-puak, supaya kamu berkenal-kenalan (dan beramah mesra antara satu sama lain). Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang lebih bertakwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui, lagi maha mendalam pengetahuanNya.’

DALAM Islam faktor memilih kawan amat dititikberatkan. Hubungan persahabatan adalah hubungan yang sangat mulia, kerana kawan atau sahabat berperanan dalam membentuk personality individu. Ada kawan yang sanggup bersusah-payah dan berkongsi duka bersama kita, dan tidak kurang juga kawan yang nampak muka semasa senang dan hanya sanggup berkongsi kegembiraan sahaja.

Pendek kata sahabat boleh menentukan corak hidup kita. Justeru, jika salah pilih sahabat kita akan merana dan menerima padahnya. Selari dengan hadith Rasululah saw yang bermaksud: “ Seseorang itu adalah mengikut agama temannya, oleh itu hendaklah seseorang itu meneliti siapa yang menjadi temannya” (H.R Abu Daud). Bak kata pepatah Arab, “ Bersahabat dengan penjual minyak wangi, kita akan menerima percikan wangiannya, manakala bersahabat dengan tukang besi, percikan apinya akan mencarikkan baju kita.”

Apakah ciri-ciri seorang sahabat yang baik? Seorang bijak pandai berpesan kepada anak lelakinya: “Wahai anakku, sekiranya engkau berasa perlu untuk bersahabat dengan seseorang, maka hendaklah engkau memilih orang yang sifatnya seperti berikut:

  1. Jika engkau berbakti kepadanya, dia akan melindungi kamu;
  2. Jika engkau rapatkan persahabatan dengannya, dia akan membalas balik persahabatan kamu;
  3. Jika engkau memerlu pertolongan daripadanya, dia akan membantu kamu;
  4. Jika engkau menghulurkan sesuatu kebaikan kepadanya, dia akan menerimanya dengan baik;
  5. Jika dia mendapat sesuatu kebajikan (bantuan) daripada kamu, dia akan menghargai atau menyebut kebaikan kamu;
  6. Jika dia melihat sesuatu yang tidak baik daripada kamu, dia akan menutupnya;
  7. Jika engkau meminta bantuan daripadanya, dia akan mengusahakannya;
  8. Jika engkau berdiam diri (kerana malu hendak meminta), dia akan menayakan kesusahan kamu;
  9. Jika datang sesuatu bencana menimpa dirimu, dia akan meringankan kesusahan kamu;
  10. Jika engkau berkata kepadanya, nescaya dia akan membenarkan kamu;
  11. Jika engkau merancangkan sesuatu, nescaya dia akan membantu kamu;
  12. Jika kamu berdua berselisih faham, nescaya dia lebih senang mengalah untuk menjaga kepentingan persahabatan.
  13. Dia membantumu menunaikan tanggungjawab serta melarang melakukan perkara buruk dan maksiat
  14. Dia mendorongmu mencapai kejayaan didunia dan akhirat.



Sebagai remaja yang terlepas daripada pandangan ayah ibu berhati-hatilah jika memilih kawan. Kerana kawan, kita bahagia tetapi kawan juga   boleh menjahanamkan kita.

Hati-hatilah atau tinggalkan sahaja  sahabat seperti dibawah:

sahabat yang tamak: ia sangat tamak, ia hanya memberi sedikit dan meminta yang   banyak, dan ia hanya mementingkan diri  sendiri.


 sahabat hipokrit: ia menyatakan bersahabat berkenaan dengan hal-hal lampau, atau hal-hal mendatang; ia berusaha mendapatkan simpati dengan kata-kata kosong; dan jika ada kesempatan membantu, ia menyatakan tidak sanggup.




sahabat pengampu: Dia setuju dengan semua yang kamu lakukan tidak kira betul atau salah, yang parahnya dia setuju dengan hal yang tidak berani untuk menjelaskan kebenaran, di hadapanmu ia memuji dirimu, dan di belakangmu ia merendahkan dirimu.

sahabat pemboros dan suka hiburan: ia menjadi kawanmu jika engkau suka pesta , suka berkeliaran dan ‘melepak’ pada waktu yang tidak sepatutnya, suka ke tempat-tempat hiburan dan pertunjukan.

Hati-hatilah memilih kawan. Tapi, jangan terlampau memilih sehingga tidak ada orang yang sanggup berkawan dengan kita


Tuesday, 14 June 2011

Bagaimanakah gambaran Syurga Allah???




ALLAH SWT menjelaskan bahawa orang yang akan memasuki syurga-Nya kelak adalah dalam keadaan berkumpulan. Ia dijelaskan dalam firman-Nya yang bermaksud: “Dan orang yang bertakwa kepada Rabb-nya dibawa ke syurga berombongan, apabila mereka sampai ke syurga itu, pintunya terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaganya: Kesejahteraan dilimpahkan atasmu, berbahagialah kamu, masukilah syurga ini, sedang kamu kekal di dalamnya.” (QS Az-Zumar: 73)

Ibn Kathir menjelaskan, setiap orang yang bertakwa akan menuju ke syurga bersama-sama dengan kelompok mereka seperti nabi bersama nabi, golongan syuhada bersama kumpulan syuhada, golongan ulama bersama kumpulan ulama, orang yang jujur bersama orang yang jujur dan begitulah seterusnya. Dalam erti kata lain, setiap orang dikumpulkan sesuai dengan kumpulan mereka.

Begitu pun, di kalangan kelompok manusia di atas, Rasulullah SAW adalah orang yang pertama sekali memasuki syurga. Hal ini dijelaskan oleh Anas bin Malik bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Aku mendatangi pintu syurga pada hari kiamat, lalu aku meminta dibuka. Penjaga berkata: Siapa engkau: Aku Muhammad. Penjaga berkata: Aku diperintahkan untuk tidak membukakannya untuk seorang pun sebelummu.” (HR Muslim)

Selepas Rasulullah SAW memasukinya, barulah kumpulan lain akan memasukinya mengikut pintu syurga yang ditentukan berdasarkan amalan mereka. Keadaan ini dijelaskan oleh Abu Hurairah, bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Barang sesiapa yang berinfak dengan emas dan perak daripada hartanya di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari mana-mana pintu syurga. Syurga itu ada beberapa pintu. Sesiapa yang rajin menunaikan solat, maka dia akan dipanggil dari pintu solat. Sesiapa yang rajin bersedekah, maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah. Sesiapa yang berjihad, akan dipanggil dari pintu jihad dan sesiapa yang berpuasa, dia akan dipanggil dari pintu ar-Rayyan."

Hadis itu menjelaskan syurga mempunyai beberapa pintu. Rasulullah SAW menjelaskan bahawa syurga itu memiliki lapan pintu. Ia dijelaskan oleh Umar al-Khattab bahawa Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah salah seorang di antara kamu berwuduk, kemudian menyempurnakan wuduknya, lalu membaca: Aku bersaksi bahawa tidak ada yang hak kecuali Allah Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahawa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, melainkan dibuka baginya pintu-pintu syurga yang berjumlah lapan pintu dan ia masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki.” (HR Muslim)

Pintu syurga ada lapan, tetapi jarak di antara satu pintu dengan yang lain amat jauh, sejauh di antara Makkah dan Hajar (sebuah kota di Bahrain). Jarak ini dijelaskan dalam hadis daripada Abu Hurairah, di mana beliau berkata: “Allah berfirman: Wahai Muhammad, masukkan umatmu yang tidak dihisab melalui pintu sebelah kanan. Mereka bebas masuk pintu lainnya bersama orang lain." Rasulullah SAW bersabda: Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, jarak di antara dua daun pintu syurga adalah seperti Makkah dan Hajar atau di antara Hajar dan Makkah.” (HR Bukhari & Muslim).

Di dalam syurga, nikmatnya tidak terhingga, sehingga digambarkan kenikmatannya adalah sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah juga terlintas dalam fikiran manusia.

Di dalam al-Quran, Allah menyifatkan syurga itu dengan beberapa keadaan seperti firman-Nya: “Di dalamnya ada sungai-sungai daripada air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai daripada susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai daripada khamar yang lazat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai daripada madu yang disaring dan mereka di dalamnya memperoleh segala macam buah-buahan.” (QS Muhammad: 15)

Mengenai sifat syurga di atas, Rasulullah SAW juga bersabda: “Di dalam syurga itu ada lautan susu, lautan air, lautan madu dan lautan khamar. Sungai-sungai itu mengalir daripadanya.” (HR At-Tirmidzi).

Di dalam syurga kelak, tidak akan ada penghuninya yang tidak menikah. Hal ini dijelaskan oleh Abu Hurairah, di mana Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya rombongan pertama yang masuk syurga seperti bulan pada malam purnama dan rombongan seterusnya seperti cahaya bintang yang bersinar di langit, masing-masing daripada mereka mempunyai dua isteri yang mana mereka dapat melihat sum-sum betisnya daripada luar kulit dan di dalam syurga tidak ada orang yang tidak menikah.” (HR Bukhari & Muslim).

Malah, mereka diberikan oleh Allah rumah yang diperbuat daripada mutiara dan ruangnya amat luas tidak terhingga. Keadaan ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabda Baginda: “Sesungguhnya di syurga ada rumah yang diperbuat daripada mutiara yang mempunyai ruang yang luas.” (HR Bukhari)

Ketika Rasulullah SAW di isra'kan, Baginda diperlihatkan bagaimana rumah dan keadaan tanah di dalam syurga seperti disabdakan oleh Baginda yang bermaksud: “Di dalamnya ada kubah-kubah permata dan tanahnya adalah minyak wangi.” (HR Bukhari & Muslim)

Disebutkan di dalam kitab “ KASYFUL GHAIBIAH” yang ditulis oleh Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad Al-Fathani menerangkan tentang keadaan syurga dan penduduknya kelak, berkata Ibnu Abbas: “Bahawa syurga itu mempunyai 8 buah pintu gerbang iaitu:

1. Pintu masuk untuk para nabi, syuhada, orang-orang dermawan, orang yang mendermakan hartanya di jalan Allah. Di atas pintu tersebut tertulis dua kalimah syahadah yang indah.

2. Pintu masuk bagi orang yang sangat rapih, memenuhi syarat dan rukun serta meneliti fardhu dan sunnahnya dalam solat.

3. Pintu masuk bagi mereka yang suka mengeluarkan zakat dengan hati yang tulus ikhlas semata-mata kerana Allah.

4. Pintu masuk orang-orang yang suka menyeru dan mengajak kepada kebaikan.

5. Pintu masuk bagi orang-orang yang dapat mengekang nafsunya dari melakukan perbuatan yang diharamkan dalam Islam.

6. Pintu masuk bagi orang yang melakukan rukun Islam yang kelima iaitu melakukan haji dan umrah yang mabrur.

7. Pintu masuk bagi orang-orang yang membela dan berjuang di jalan Allah.

8. Pintu masuk bagi orang yang berbakti kepada kedua orang tuanya, keluarganya serta sanak saudaranya.

Demikian keterangan yang dinyatakan dalam hadis dimana syurga-syurga itu telah disediakan oleh Allah dengan beberapa tingkatan yang akan diberikan kepada hambaNYA sesuai dengan amal perbuatan masing-masing.

Diceritakan, ketika semua para hamba Allah telah dihisab dan telah menerima buku catatan amalnya yang diterima dengan tangan kanan mereka, pada waktu itu semua manusia merasa gembira yang tidak terkira, sehingga mereka yakin bahawa Allah akan memasukkan mereka ke dalam syurga yang penuh dengan kenikmatan. Manakala mereka akan memasuki gedung yang indah itu, mereka akan disambut oleh 'wildan' (pelayan muda) yang memang sudah sekian lama menanti kehadiran orang yang akan mengisi gedung tersebut (syurga).

Demikianlah keadaan gedung-gedung itu yang sangat indah bentuknya sedangkan lantainya dihampar dengan permaidani yang indah pula dan di dalamnya mengalir air sungai yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang sangat rendang dan buahnya yang manis dan lazat.

Firman Allah SWT: "Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahawa bagi mereka disediakan syurga-syurga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam syurga-syurga itu, mereka mengatakan: " Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu ". Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya." (QS Al-Baqarah: 25)

Dengan mata air terpancar, taman syurga yang terhidang dengan segala kelazatan adalah destinasi yang aman dan sentosa. Mereka yang menghuninya kekal di dalamnya, tidak akan merasai kematian lagi.

Terdapat pohon-pohon dan buahan. Sungai mengalir di bawah syurga. Ada air yang tidak berubah (rasa dan baunya). Terdapat beberapa sungai dari arak yang lazat bagi orang yang meminumnya dan beberapa sungai dari madu yang suci bersih.

Penghuninya dilayan anak muda yang beredar di sekitar mereka, yang cantik seolah-olah seperti mutiara yang tersimpan sebaik-baiknya.

“Dan diedarkan kepada mereka bejana dari perak dan piala-piala minuman yang keadaannya laksana kaca (nampak jelas isinya) - (keadaannya laksana) kaca, (sedang ia) dari perak, pelayan-pelayan itu menentukan kadar isinya sekadar yang cukup betul dengan kehendak penggunanya dan mereka di dalam syurga itu diberi minum sejenis minuman yang campurannya daripada zanjabil - iaitu sebuah mata air di dalam syurga yang disebutkan sifatnya sebagai salsabil dan mereka dilayani oleh anak-anak muda lelaki yang tetap kekal (dalam keadaan mudanya), yang sentiasa beredar di sekitar mereka, apabila engkau melihat anak-anak muda itu nescaya engkau menyangkanya mutiara yang bertaburan.” (QS Al-Insaan: 15-19)

Di syurga juga terdapat teman-teman yang baik akhlaknya lagi cantik rupanya, iaitu bidadari yang hanya tinggal di tempat tinggal masing-masing. Bidadari ini cantik berseri seperti permata delima dan marjan. Kulit mereka putih melepak, cantik matanya, malah pandangannya tertumpu kepada mereka semata-mata.

Bidadari ini juga tidak pernah disentuh oleh manusia mahupun jin. Mereka bersenang lenang, bergurau senda di atas cadar hijau warnanya dan permaidani yang sangat indah. Golongan yang sangat bertuah ini disebut sebagai 'Ashaabul Yamiin' (golongan kanan).

Wallahua'lam.

Saturday, 11 June 2011

What is Islam???.. please give me answer Hadhari...

It is a known fact that every language has one or more terms that are used to refer to God and sometimes to lesser deities at the same time.  This is not the case with God.  God is the personal name of the One true God.  Nothing else can be called God.  The term has no plural or gender.  This shows its uniqueness when compared with the word “god,” which can be made plural, as in “gods,” or made feminine, as in “goddess.”  It is interesting to note that Alah is the personal name of God in Aramaic, the language of Jesus and a sister language of Arabic.

The One true God is a reflection of the unique concept that Islam associates with God.  To a Muslim, God is the Almighty Creator and Sustainer of the universe, Who is similar to nothing, and nothing is comparable to Him.  The Prophet Muhammad was asked by his contemporaries about God; the answer came directly from God Himself in the form of a short chapter of the Quran, which is considered to be the essence of the unity or the motto of monotheism.  This is chapter 112, which reads:
“In the name of God, the Merciful, the Compassionate.”
“Say (O Muhammad), He is God, the One God, the Everlasting Refuge, who has not begotten, nor has been begotten, and equal to Him is not anyone.”
Some non-Muslims allege that God in Islam is a stern and cruel God who demands to be obeyed fully and is, consequently, not loving and kind.  Nothing could be farther from the truth than this allegation.  It is enough to know that, with the exception of one, each of the 114 chapters of the Quran begins with the verse, “In the name of God, the Merciful; the Compassionate.”  In one of the sayings of Prophet Muhammad, may God praise him, we are told that:
“God is more loving and kind than a mother to her dear child.”

On the other hand, God is also Just.  Hence, evildoers and sinners must have their share of punishment, and the virtuous must have God’s bounties and favors.  Actually, God’s attribute of Mercy has full manifestation in His attribute of Justice.  People suffering throughout their lives for His sake should not receive similar treatment from their Lord as people who oppress and exploit others their whole lives.  Expecting similar treatment for them would amount to negating the very belief in the accountability of man in the Hereafter and thereby negate all the incentives for a moral and virtuous life in this world.  The following Quranic verses are very clear and straightforward in this respect.
“Verily, for the Righteous are gardens of Delight, in the Presence of their Lord.  Shall We then treat the people of Faith like the people of Sin?  What is the matter with you?  How judge you?” (Quran 68:34-36)

Islam rejects characterizing God in any human form or depicting Him as favoring certain individuals or nations on the basis of wealth, power or race.  He created human-beings as equals.  They may distinguish themselves and get His favor through virtue and piety only.
The concepts, such as God resting on the seventh day of creation, God wrestling with one of His soldiers, God being an envious plotter against mankind, or God being incarnate in any human being, are considered blasphemy from the Islamic point of view.
The unique usage of God as a personal name of God is a reflection of Islam’s emphasis on the purity of the belief in God that is the essence of the message of all God’s messengers.  Because of this, Islam considers associating any deity or personality with God as a deadly sin that God will never forgive, despite the fact that He may forgive all other sins.

The Creator must be of a different nature from the things created because, if He is of the same nature as they are, He will be temporal and will therefore need a maker.  It follows, therefore, that nothing is like Him.  Furthermore, if the Maker is not temporal, then He must be eternal.  If He is eternal, however, He cannot be caused, and if nothing caused Him to come into existence, nothing outside Him causes Him to continue to exist, which means that He must be self-sufficient.  And if He does not depend on anything for the continuance of His own existence, then this existence can have no end, so the Creator is, therefore, eternal and everlasting. Hence we know that He is Self-sufficient or Self-subsistent, and Everlasting or, to use a Quranic term, Al-Qayyum:   “He is the First and the Last.”

The Creator does not create only in the sense of bringing things into being, He also preserves them and takes them out of existence and is the ultimate cause of whatever happens to them.
“God is the Creator of everything.  He is the guardian over everything.  Unto Him belong the keys of the heavens and the earth.” (Quran 39:62-63)
And God says:
“No creature is there crawling on the earth, but its provision rests on God.  He knows its lodging place and its repository.” (Quran 11:6

Friday, 10 June 2011

Menolak zina dengan mujahadah, bukan dengan Karamah!

“Saya rasa ustaz berfikiran begini kerana ustaz sendiri tidak kahwin semasa belajar. Maka ustaz tidak faham keperluan berkahwin semasa belajar itu. Ustaz tidak dapat memberi pendapat di sini!” tegas Aliyyah, seorang mahasiswi.
Komennya tajam.
Saya pula, bukanlah berbicara tentang kahwin semasa belajar.
Apa yang saya bincangkan adalah soal kahwin tergesa-gesa tanpa pertimbangan yang lunas.
Tetapi kerangka fikir mahasiswi itu menarik untuk diberi perhatian.
SULUHAN KISAH YUSUF ‘ALAYHI AL-SALAAM
Ia mengingatkan saya kepada kisah Yusuf ‘alayhi al-Salaam mendepani godaan ibu angkatnya, Imra’ah al-’Aziz atau yang lebih dikenali namanya sebagai Zulaikha itu.
Kehebatan Yusuf bermula daripada usia kecilnya lagi.
Seorang ghulam, ‘diculik’ oleh adik beradiknya sendiri dan dihumban ke dalam perigi buta, Yusuf diuji dengan kesusahan pada tahap yang sukar untuk kita gambarkan. Berat sekali tanggungan seorang anak kecil bertahan dalam sepi dan gelita perigi buta, jauh daripada keluarga, hanya bertemankan Allah tempat memaut harapan.
Namun, sabar Yusuf ketika di dalam perigi, tidak sekental sabar Yusuf di Istana Mesir.
Saban waktu cuba digoda oleh wanita bangsawan itu, ibu angkatnya sendiri.
“Dan perempuan yang Yusuf tinggal di rumahnya, bersungguh-sungguh memujuk Yusuf berkehendakkan dirinya; dan perempuan itu pun menutup pintu-pintu serta berkata: “Marilah ke mari, aku bersedia untukmu”. Yusuf menjawab: “Aku berlindung kepada Allah (dari perbuatan yang keji itu); Sesungguhnya Tuhanku telah memeliharaku dengan sebaik-baiknya; Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan berjaya” [Yusuf 12: 23]
Setelah berulang kali berusaha, ‘Zulaikha’ sampai kepada ikhtiar terakhirnya.
Pintu dikunci, rumah tidak berpenghuni, First Lady itu menawarkan diri, “datanglah kepadaku. Aku bersedia untukmu”
Di sinilah kemuncak tarbiyah Allah ke atas insan bernama Yusuf. Ramai manusia lulus ujian kesusahan kerana di dalam kesusahan kita diuji dengan kekurangan pilihan. Terpaksa bersabar kerana itulah satu-satunya jalan untuk bertahan. Demikian sabar Yusuf di dalam telaga.
Tetapi di sini Yusuf diuji dengan peluang. Diuji dengan pilihan. Beliau orang asing. Tiada keluarga, tiada banyak kesan sampingan pilihan jahat yang mahu diambil kesempatan.
Ia mengingatkan saya tentang modus operandi pekerja seks di IPT hari ini. Bekerja sebagai pelayan seks berkelas tinggi, memungkinkan anak muda kita mengaut untung mencecah RM40 ribu sebulan! Tekanan lifestyle, duit PTPTN yang jauh daripada kecukupan, desakan peer pressure, apakah yang boleh menghalang anak-anak muda kita daripada mengambil pilihan itu?
Hanya satu.
Jawapannya IMAN.
“Aku berlindung kepada Allah (dari perbuatan yang keji itu); Sesungguhnya Tuhanku telah memeliharaku dengan sebaik-baiknya…”
Itulah jawapan Yusuf.
Aku berlindung kepada Allah. Rabb diriku, Pencipta aku dan Pemilik aku.
Konotasi Rabb itu adalah satu sanggahan kepada Zulaikha bahawa biar pun dia adalah ibu angkat yang memberi makan, hutang budi tidak akan dibalas dengan bayaran yang keji. Engkau tuanku tetapi Allah Tuhanku!
Justeru Yusuf menegaskan bahawa:
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan berjaya”
MENCARI KAEDAH
Zina itu, di sebalik kekejiannya, adalah kezaliman.
Sudikah dibenarkan orang lain menyetubuhi ibumu? Adik perempuanmu? Anak perempuanmu? Ibu saudaramu?
Ketika engkau berzina, sudah tentu engkau berzina sama ada dengan ibu seseorang, adik perempuan seseorang, anak perempuan seseorang atau ibu saudara seseorang. Jika engkau tidak sanggup membayangkan ibumu disetubuhi lelaki lain, pilihan zinamu adalah satu kezaliman. Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan berjaya!
Kerasnya  persoalan yang berlegar di fikiran ialah, apakah bentuk pendidikan yang diperlukan, untuk membolehkan mahasiswa dan mahasiswi yang hidup di dunia ‘zina lebih mudah daripada nikah’ itu untuk berkata seperti Yusuf? Bagaimanakah ketika dihadap dengan pilihan zina, ketika jauh daripada keluarga, ketika kekejian kelihatannya seperti boleh disembunyikan, tawaran pulangan begitu lumayan, namun akhirnya anak muda kita mempunyai kekuatan untuk berkata, “Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan berjaya!”
Kekuatan untuk berkata TIDAK!
Itu sisi pandang Yusuf.
“Ahh, itu persis seorang Nabi!” mungkin itu tempelak anak muda lagak mahasiswi yang mengecam saya tadi.
“Apa yang Nabi tahu tentang panahan cinta? Dia itu jiwanya jiwa Nabi, bukan seperti engkau dan aku!” apakah itu yang mahu diperkatakannya?
Asal usul Tarzan, barangkali! [source - unknown]
YUSUF JUGA ANAK MUDA SEPERTIMU
“Dan sebenarnya perempuan itu telah berkeinginan sangat kepadanya, dan Yusuf pula (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu kalaulah ia tidak menyedari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir kami) untuk menjauhkan daripada Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan-perbuatan yang keji, kerana sesungguhnya dia itu daripada kalangan hamba-hamba Kami yang dibersihkan daripada segala dosa.” [Yusuf 12: 24]
Allah segera menafikan andaian itu.
Yusuf juga seorang anak muda.
Dia ada keinginan sebagai seorang anak muda. Jika pertimbangannya hanya sekadar kehendak jiwa muda, Yusuf juga bisa cenderung memilih kehendak Imra’ah al-’Aziz. Kehendak ibu angkatnya, wanita bangsawan yang sudah menyerahkan diri.
Allah Subhanahu wa Ta’aala mahu kita kaitkan diri dengan Yusuf.
Dia juga sepertimu wahai anak muda.
Dia bukan Malaikat yang tidak bernafsu. Dia menolak zina bukan dengan Mukjizat atau Karamah!
Dia menolaknya dengan Mujahadah.
Fikirannya sedar tentang kenyataan Allah berkenaan kekejian zina, justeru Yusuf  berkata TIDAK.
Kemudian baru Allah tegaskan, semua itu adalah sebahagian daripada urusan Allah melindunginya, bakal seorang Rasul untuk menerima Risalah Tauhid kebenaran. Bukan semua datang dalam keajaiban. Yusuf itu sendiri bermujahadah mengawal diri di ujian pemilihan.
Memilih jalan zina atau memilih jalan TAQWA.
TELADAN YUSUF BUAT DIRI SAYA
Saya juga pernah muda, wahai si anak gadis.
Di usia muda, saya juga terganggu dengan kecantikanmu.
Jiwa saya pernah resah ketika melihat rakan bernikah.
Naluri saya pernah cemburu semasa menimang si comel, cahaya mata kawan bertuah.
Saya juga diasak dengan peluang bernikah.
Namun atas pertimbangan-pertimbangan peribadi, saya memilih untuk tidak bernikah, lalu memanjangkan sedikit lagi tempoh mujahadah.
Saya menghormati, mengasihi, mengagumi dan menyokong sepenuh hati teman yang memilih untuk bernikah.
Namun nikah mereka bukan lempias nafsu. Nikah kenalan-kenalan saya bukan manifestasi lemah jiwa untuk menolak zina. Mereka bernikah dengan wawasan. Mereka berkeluarga dengan perancangan.
Akan tetapi untuk dirimu yang ‘menuduh’ku menangguhkan nikah kerana tidak faham kehendak bernikah, engkau masih terlalu budak untuk menjamah akad.
“Aku Terima Nikahnya” belum lagi masanya untukmu.
Dewasalah!
“Tak tahu apakah erti kepayahan
Tak kenal erti kesusahan
Kerna dibesarkan dalam kemewahan
Belum dialami penderitaan” 

- Hidup Berbudi: Lirik oleh Habsah Hasan

Thursday, 9 June 2011

Mari Kita Bersatu: Persaudaraan kita sepatutnya membangunkan ekonomi ummat

Apabila saya menyebut keperluan umat Islam tolong-menolong antara satu sama lain dalam soal ekonomi, ada yang menyatakan hal ini tidak patut disebutkan, nanti akan difahami oleh sesetengah pihak sebagai ‘perkauman’. Suara itu dinyatakan kepada saya kerana saya ingin menggalakkan masyarakat muslim membantu sedaya mungkin membeli produk-produk yang dikeluarkan oleh saudara-saudara muslim kita. Saya katakan; saya tidak menyuruh memulaukan barangan ‘orang lain’. Saya cuma mengajak agar diberikan keutamaan disebabkan beberapa faktor.

Antaranya; keadaan ekonomi umat Islam yang agak ketinggalan terutama di sudut sebagai kuasa pengeluaran. Sedangkan kita mempunyai kuasa membeli yang agak tinggi. Juga seperti yang kita maklumi, pembabitan umat Islam di tanahair kita dalam bidang perniagaan masih dalam keadaan yang tidak kukuh. Para peniaga muslim menghadapi cabaran yang kuat di sudut persaingan. Agak sukar untuk kita dapati pasaraya-pasaraya besar dimiliki oleh muslim atau memasarkan barangan keluaran muslim.

Ini berlaku disebabkan faktor-faktor tertentu yang memerlukan satu kajian luhur mengenai hal tersebut. Di samping itu, kedai yang dimiliki oleh umat Islam juga jumlahnya terhad. Demikian juga barangan produk muslim lebih terhad. Lebih daripada itu, kita dapati agak sukar selain daripada muslim membeli barangan produk umat Islam. Sama ada disebabkan oleh faktor kualiti, atau perasaan yang lain, saya kurang pasti. Keadaan ini tentu akan menjadi lebih buruk sekiranya umat Islam sendiri tidak membeli di gerai, kedai dan pasaraya yang dimiliki oleh saudara muslim mereka. Demikian juga keadaan menjadi lebih buruk sekiranya umat Islam tidak membantu membeli produk muslim.
Dunia Islam Lemah
Di peringkat antarabangsa pula, negara-negara umat Islam masih lagi bergantung kepada dunia Barat. Inilah salah satu faktor yang menjadikan dunia Islam dayus terhadap Barat. Padahal banyak bahan mentah dimiliki oleh umat Islam terutamanya minyak, tetapi masih gagal untuk menjadikan dunia Islam blok yang digeruni. Kita masih lagi gagal untuk mengujudkan kesatuan dagang yang kukuh dalam dunia Islam. Maulana Abu Hasan ‘Ali al-Nadwi r.h. pernah mengkritik Dunia Arab dalam tulisannya dengan menyatakan:
“Mestilah bagi dunia Arab sebagai dunia Islam bebas (memiliki sendiri) dalam perniagaan, harta, industri dan pendidikan. Bangsa mereka tidak boleh memakai melainkan apa yang tumbuh di buminya dan ditenun dengan tangannya…sesungguhnya dunia Arab tidak dapat dapat memerangi Barat- jika keadaan memerlukan demikian- selagi meraka memerlukan Barat dalam soal harta, pakaian dan barangan. Tidak ada pena yang digunakan untuk menandatangani sesuatu perjanjian dengan Barat, melainkan pena tersebut dibuat di Barat. Tidak ada senjata yang digunakan untuk memerangi Barat, melainkan senjata itu dibuat di Barat. Sesungguhnya adalah memalukan apabila umat Arab tidak dapat mengambil manfaat daripada sumber kekayaan dan kekuatan mereka sendiri. Adalah memalukan apabila air kehidupan yang mengalir di dalam urat mereka akhirnya sampai ke tubuh orang lain”. (Abu Hasan `Ali al-Nadwi, Maza khasira al-`Alam bi Inhitat al-Muslimin, m.s. 416, Kaherah: Maktab al-Sunnah)
Ini realiti yang berlaku. Maka jangan kita tanya, mengapa ramai ‘pak arab’ yang tabik tidak henti-henti dengan Barat. Ekonomi kebanyakan dunia Islam dijajah. Maruah kita menjadi rendah. Kita hakikatnya hamba penjajahan ekonomi. Sekalipun sesetengahnya kelihatan mewah, namun negara umat Islam ramai yang masih meminta sedekah.
Senjata Ekonomi
Keadaan ini benar-benar mendesak, bahkan kita dalam keadaan darurat yang menuntut agar setiap kita berfikir membantu menaikkan kekuatan ekonomi umat Islam. Dunia hari ini sudah berubah dibandingkan dahulu. Bukan hanya kekuatan persenjataan yang menentukan penguasaan sesuatu bangsa atau negara itu terhadap percaturan dunia. Bahkan ekonomi juga memainkan peranan penting dalam menentukan perubahan peta. Firman Allah dalam Surah al-Anfal: 60:
(maksudnya): Dan sediakanlah untuk menentang mereka (musuh-musuh Islam) dengan apa yang kamu mampu dari segala jenis kekuatan dan dari pasukan-pasukan berkuda yang disiapkan, untuk menggerunkan musuh Allah dan musuh kamu, serta musuh-musuh yang lain dari mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Dan apa sahaja yang kamu belanjakan pada jalan Allah akan disempurnakan balasannya kepada kamu, dan kamu tidak akan dianiaya.
Ayat ini adalah perintah Allah untuk muslimin menyediakan kekuatan menghadapi musuh-musuh umat. Kekuatan yang mesti disiapkan itu ialah dari jenis apa sahaja yang mampu menggerunkan musuh. Kuda adalah salah satu daripadanya yang dapat dilihat oleh manusia di zaman penurunan al-Quran dan juga selepas itu. Pada zaman sekarang dari segi persenjataan, senjata-senjata canggih yang wujud pula menduduki tempat tugasan menggerunkan musuh. Maka umat Islam mesti berusaha menyiap dan memilikinya. Di samping itu kekuatan ekonomi juga adalah senjata baru dalam membina kekuasaan di era moden. Kekuatan ekonomi mampu membawa kepada hasrat yang sama iaitu menggerunkan musuh. Maka membina kekuatan ekonomi di zaman ini adalah satu tuntutan agama.
Produk Muslim
Malangnya kita cuai dan alpa. Kita ketinggalan dan dihina. Kata Dr. Yusuf al-Qaradawi:
“Kekuatan ekonomi kita terbengkalai. Kita hidup di bumi Allah yang paling strategik, paling baik dan subur. Bumi yang paling banyak galian yang tersimpan dalam perutnya dan kekayaan yang bertebaran di atasnya. Malangnya kita tidak menggerakkan kekayaan kita, tidak bertani di bumi kita, tidak menghasilkan keluaran dari bahan galian sedangkan bahan mentahnya dikeluarkan dari bumi kita…jadilah kita dalam banyak keadaan pengguna bukan pengeluar, pengimpot bukan pengilang. Kadang kala kita menghasilkan produk yang kita tidak memerlukannya dan kita abai menghasilkan barangan yang sangat kita perlukan. Kita berbangga dengan memiliki kereta–kereta mewah antarabangsa, sedang kita tidak tahu untuk membuat basikal sekalipun”. (Dr. Yusuf al-Qaradawi, Aina al-Khalal, m.s.12-13, Beirut: Muassasah al-Risalah).
Dalam keadaan sebeginilah umat Islam dalam semua peringkat individu dan negara dituntut melahirkan sikap persaudaraan Islam. Menghasilkan produk keluaran muslim yang berkualiti adalah suatu kewajipan agar kita bebas dan tidak bergantung kepada orang lain. Demikian juga membeli produk muslim, atau di kedai dan pasaraya yang dimiliki oleh orang Islam adalah kewajipan agar tanggungjawab tersebut berjaya disempurnakan. Bagi peringkat antarabangsa berdagang sesama negara umat Islam adalah kewajipan kerajaan-kerajaan umat Islam yang ada.
agro-bazar.jpg
 Agro Bazar
Peranan Akidah
Kita mesti insaf, bahawa akidah Islam yang diajar oleh al-Quran dan al-Sunnah mengujudkan rangkaian ikatan persaudaraan Islam (ukhuwwah islamiyyah) yang kukuh sesama kita. Di atas akidah yang teguh ini jugalah telah menjadikan umat ini dahulunya bergerak seiring secara bermatlamat mengeluarkan manusia daripada kegelapan kepada cahaya. Pergerakan itu berlaku atas perasaan tanggungjawab yang besar terhadap agama Allah demi membebaskan manusia dari kezaliman segala sistem yang wujud kepada keadilan Islam yang luhur. Segala kepentingan diri diletakkan di belakang demi kepentingan kegemilangan Islam. Ini rahsia kejayaan umat yang lalu.
Apabila akidah muslimin lemah, maka lemahlah seluruh kekuatan yang lain, termasuk dalam bidang ekonomi. Kata Muhammad Qutb:
(Berpunca) daripada kemunduran akidah, timbullah segala macam kemunduran yang menimpa Dunia Islam.. kemunduran ilmu, ketamadunan, ekonomi,peperangan, pemikiran dan kebudayaan. (Muhammad Qutb, Waqi’una al-Mu‘asir, m.s. 172, Saudi: Muassasah al-Madinah)
Sepatutnya daripada akidah lahirnya rasa ukhuwwah (persaudaraan) sesama muslim yang menggerakkan ekonomi dan kekuatan umat. Daripada akidah yang teguh dapat dibentuk sikap bertanggungjawab terhadap seluruh strategi yang diatur demi membangunkan umat. Tanpa akidah hilanglah ikatan persaudaraan atau ukhuwwah Islamiyyah yang menjadi penggerak kepada pembangunan ekonomi. Sedang ini adalah sesuatu yang dituntut: Daripada Abi Burdah, daripada Abi Musa, katanya: Sabda Nabi s.a.w:
“Sesungguhnya kaum al-`Asy`ariyin apabila habis bekalan mereka dalam peperangan, atau kurang makanan keluarga mereka di Madinah, mereka himpunkan apa yang ada pada mereka dalam satu kain. Kemudian mereka membahagikan dalam satu bekas dengan sama rata. Sesungguhnya mereka daripadaku dan aku daripada mereka. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Dalam hadith ini, Nabi S.A.W. memuji sikap tolong menolong, bantu membantu serta perasaan mengambil berat sesama antara satu sama lain. Baginda S.A.W. memuji sikap yang ditunjukkan oleh kaum al-Asy`ariyin yang jamin menjamin kebajikan sesama mereka. Maksud “Sesungguhnya mereka daripadaku dan aku daripada mereka” ialah menggambarkan redhanya Nabi s.a.w. dengan tindakan mereka. Betapa yang mereka lakukan menepati ketaatan kepada Allah.Tolong menolong sesama sendiri atau puak, atau bangsa atau kumpulan dalam daerah kebajikan dan taqwa tidak dianggap sebagai perkauman yang sempit. Kata al-Syeikh Muhammad al-Mubarak ketika menghuraikan hadith di atas:
“Sesungguhnya Nabi s.a.w. memerangi `asabiyyah (perkauman) yang semata-mata disebabkan keturunan, lalu menggantikannya dengan ikatan akidah dan prinsip. Namun baginda menganggap kaum al-`As`ariyin sebahagian daripada baginda. Ini disebabkan prinsip yang sama iaitu jamin-menjamin dan bantu membantu dalam harta. Juga membahagikan harta sesama sendiri dalam hal darurat dan keperluan.( Muhammad al-Mubarak, Nizam al-Islam, Mabadi` wa Qawa‘id ‘Ammat, m.s. 134, Beirut, Dar al-Fikr).
Persaudaraan Islam
Kalaulah tolong menolong sesama puak diizinkan dan dipuji oleh Rasululuh S.A.W. demi kebajikan terutamanya ketika waktu susah dan terdesak, tentulah tolong-menolong sesama muslim dalam keadaan Islam dimusuh dan ditindas lebih dituntut. Bahkan tolong menolong, bantu membantu dan jamin-menjamin sesama muslim di dalam perkara makruf atau kebaikan adalah merupakan tuntutan al-ukhuwwah al-Islamiyyah (persaudaraan Islam). Seseorang muslim sentiasa berusaha membantu saudara muslimnya yang lain. Sabda Nabi s.a.w :
ayat3.jpg
“Bandingan seorang mukmin dengan seorang mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, kuat-menguatkan antara satu sama lain”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Tolong menolong membangunkan ekonomi adalah salah satu cara terbesar pada masa ini dalam menunaikan tanggungjawab bantu membantu dalam menguatkan umat. Sekiranya individu umat memiliki kuasa ekonomi serta mereka beriman dan beriltizam, maka masyarakat Islam sekaligus akan menjadi kuat. Namun sekira ekonomi umat lemah, sistem zakat tidak berjalan dengan jaya, kita menjadi peminta sedekah dari orang lain dan Islam akan dipandang hina. Dr Mustafa Khin di dalam Nuzhah al-Muttaqin ketika menghuraikan hadith di atas, menyebut:
Bandingan yang dibuat dalam hadith ini bertujuan menggalakkan bantu membantu dan tolong menolong sesama mukmin. Ini adalah perkara yang mesti dilakukan, kerana pembinaan umat tidak akan sempurna dan berhasil kecuali sebahagian umat membantu dan menguatkan sebahagian yang lain. Seorang mukmin tidak dapat bersendiri dalam urusan dunia dan agamanya, dia semesti memerlukan pertolongan dan bantuan saudaranya yang mukmin. Jika tidak, dia akan gagal menunaikan tanggungjawabnya dan akan cacatlah peraturan dunia dan akhiratnya serta akan termasuk dalam golongan yang binasa. (Mustafa al-Khin, Nuzhah al-Muttaqin, 1/ 199, Beirut: Muassasah al-Risalah)
Selagi kita tidak dapat membina kekuatan ekonomi umat, sehingga kita mampu berdiri dengan sendirinya, kita akan terus menjadi umat yang lemah. Pandangan masyarakat dunia terhadap kita akan menjadi hambar. Apakah mampu selepas itu kita ingin mencanangkan Islam agama yang membina kekuatan sesuatu umat dan ketamadunannya?.
Malanglah bagi kita ini jika sekadar tidak habis-habis bising tentang barangan makanan yang bercampur unsur haram, namun kita masih gagal menghasilkannya sendiri. Malanglah pengajian di masjid dan surau jika gagal meningkatkan kesedaran ekonomi umat di kala hal itu patut diberi kesedaran. Bahkan dalam soal ekonomi, jika tidak wajar mementingkan persoalan latar politik dan sempadan negeri. Ukhuwwah Islamiyyah lebih penting. Sebab itu saya kurang gembira jika ada kejayaan seseorang pelajar, tidak ditonjolkan oleh media kerana latar negerinya. Padahal, sama seperti ekonomi, pendidikan sepatutnya melampaui batasan negeri dan kefahaman politik.
Gambar Hiasan
Kekuatan Kita
Sekiranya kesedaran ukhuwwah islamiyyah mengenai tanggungjawab bantu membantu membangunkan ekonomi umat ini berjaya diterapkan, maka peluang ke arah menjayakannya di peringkat pelaksanaan adalah terbentang luas. Ini saya katakan berdasarkan faktor-foktor berikut:
Kuasa Membeli Yang Tinggi: Jumlah umat Islam yang banyak membawa kepada -secara kelompok- mereka memiliki kuasa membeli yang tinggi. Ini kerana jumlah umat yang banyak menjadikan keperluan barangan dan makanan mereka juga tinggi. Jika kuasa membeli ini dimanfaatkan, tentulah berlakunya kitaran ekonomi yang kuat di kalangan masyarakat Islam tempatan dan antarabangsa
Isu Halal Haram: Isu-isu mengenai makanan tidak halal telah menimbulkan keresahan kebanyakan umat Islam. Ini disebabkan umat Islam gagal berdikari dalam menghasilkan makanan mereka. Jika kesempatan ini diambil agar memastikan keselamatan umat Islam dalam soal makanan, maka kita menggesa mereka berdikari dan mampu menjadi pengeluar, bukan sekadar pengguna.
Ketegangan Yang Wujud : Ketegangan yang wujud sekarang antara Blok Barat dan umat Islam boleh membantu ke arah mengujudkan umat yang lebih memiliki jatidiri dan berdikari. Jika pelancong-pelancong Arab ramai yang enggan ke Barat lagi, mengapa tidak kita jadikan mereka juga mesti menggunakan dan menghasilkan barangan negara-negara Islam.
Jika ukhuwwah Islamiyyah itu benar-benar dapat digilapkan sehingga ke peringkat penghayatan dalam bidang ekonomi, umat Islam mempunyai potensi menjadi umat yang berdikari dan mempunyai jatidiri dalam ekonomi. Ekonomi adalah senjata baru yang mempunyai pengaruh yang besar dalam mencaturkan kejatuhan dan kebangkitan sesuatu bangsa. Perjuangan menegakkan ekonomi yang bersifat membina kekuatan umat adalah tanggungjawab setiap muslim di zaman ini